Makalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pancasila
sebagai Ideologi Negara dan
Konstitusi yang pernah digunakan Indonesia
Disusun Oleh :
Ketua :
Muhammad Dadih
Sekretaris :
Sumyati
Anggota :
1. Febby Novita
2. Waliyadi Putra
3. Saroji Saputra
4.
Yusril Ihza Saputra
SMP Negeri 2 Teluknaga
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Hak dan Kewajiban Warga Negara” berdasarkan UUD 1945”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang pengertian “Pancasila sebagai Ideologi Negara dan Konstitusi yang Pernah Digunakan Indonesia” Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Jakarta, 24 Oktober 2014
Penyusun
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab 1 Pancasila sebagai Ideologi dan dasar
negara
A. Pancasila sebagai Dasar Negara
dan Ideologi Negara
B. Nilai-nilai Pancasila sebagai
Ideologi Negara dan Dasar Negara
C. SIKAP POSITIF TERHADAP PANCASILA
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
D. Sikap Positif terhadap Pancasila
dan Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Bab 2 Konstitusi
Yang Pernah Digunakan Indonesia
A. Konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia
B. Penyimpangan Terhadap Konstitusi
C. Hasil Terhadap Pelaksanaan UUD
1945 dan Hasil Perubahan
Penutup
A. Saran
B. Rangkuman
C. Daftar Pusaka
Bab 1
Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
A.
Pancasila
Sebagai Ideologi Negara
Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara
Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak
mudah terombang-ambing oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara,
sudah barang tentu perlu memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh
dan kuat pula. Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar
sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam
pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih
bermartabat dan berbudaya tinggi. Untuk itulah kalian diharapkan dapat
menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, menguraikan
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, menunjukkan
sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengetahuan yang kalian peroleh dalam bab ini juga dapat dijadikan bekal
keterampilan menganalisis dan bersikap kritis terhadap sikap para penyelenggara
negara yang menyimpang dari cita-cita dan tujuan negara.
A. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NEGARA
1. Perlunya Ideologi bagi Suatu Negara
a. Pengertian Ideologi
Ideologi
berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian. Kata kerja
Yunani oida mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal dari
bahasa Yunani logos yang artinya pengetahuan. Jadi Ideologi mempunyai arti
pengetahuan tentang gagasangagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of
ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian
sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan citacita. Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh beberapa
ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy seorang
Perancis pada tahun
1796. Menurut Tracy ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu
program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat
Perancis.
Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang
dikembangkan berdasarkan kepenti-ngan golongan atau kelas sosial tertentu dalam
bidang politik atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa ideologi
adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang
dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ramlan Surbakti mengemukakan ada dua
pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara fungsional dan Ideologi secara
struktural. Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat gagasan tentang
kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.
Ideologi secara fungsional ini
digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Ideologi yang doktriner
dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran
yang terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan secara sistematis, dan
pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah.
Sebagai contohnya adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak dirumuskan
secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara umum hanya
prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui
kehidupan keluarga, sistem pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan
sistem politik. Pelaksanaan Ideologi yang pragmatis tidak diawasi oleh aparat
partai atau aparat pemerintah melainkan dengan pengaturan pelembagaan
(internalization), contohnya individualisme atau liberalisme. Ideologi secara
struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula
politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa
Ideologi adalah kumpulan gagasan- gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang
menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.
Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa Ideologi negara
dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem
kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya
merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri:
1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup
kebangsaan dan kenegaraan;
2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia,
pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan,
dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan
kesediaan berkorban. Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau
masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju
cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan.
Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan)
untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan
semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin
dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan yang
mengikat, yang harus ditaati dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi
ataupun masyarakat. Ideologi berintikan seperangkat nilai yang bersifat
menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh seseorang atau suatu
masyarakat sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian nilai
itu mereka mengetahui bagaiman cara yang paling baik, yaitu secara moral atau
normatif dianggap benar dan adil, dalam bersikap dan bertingkah laku untuk
memelihara, mempertahankan, membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai
dimensinya. Pengertian yang demikian itu juga dapat dikembangkan untuk
masyarakat yang lebih luas, yaitu masyarakat bangsa.
b. Pentingnya Ideologi bagi Suatu Negara
Jika menengok sejarah kemerdekaan negaranegara dunia ketiga,
baik yang ada di Asia, Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama
berada di bawah cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai
keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin mereka
wujudkan dalam kenyataan hidup yang nyata. Ideologi dalam artian ini sangat
diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan,
memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya, serta menanamkan semangat
dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan, yang selanjutnya
mewujudkannya dalam kehidupan penyelenggaraan negara. Pentingnya ideologi bagi
suatu negara juga terlihat dari fungsi ideologi itu sendiri. Adapun fungsi
ideologi adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa. Ideologi
memiliki kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka. Ideologi berfungsi
mempersatukan sesama kita. Apabila dibandingkan dengan agama, agama berfungsi
juga mempersatukan orang dari berbagai pandangan hidup bahkan dari berbagai
ideologi. Sebaliknya ideologi mempersatukan orang dari berbagai agama. Oleh
karena itu ideologi juga berfungsi untuk mengatasi berbagai pertentangan
(konflik) atau ketegangan sosial. Dalam hal ini ideologi berfungsi sebagai
pembentuk solidaritas (rasa kebersamaan) dengan mengangkat berbagai perbedaan
ke dalam tata nilai yang lebih tinggi. Fungsi pemersatu itu dilakukan dengan
memenyatukan keseragaman ataupun keanekaragaman, misalnya dengan memakai
semboyan “kesatuan dalam perbedaan” dan “perbedaan dalam kesatuan”.
c. Pengertian Dasar Negara
Dasar Negara adalah landasan kehidupan bernegara. Setiap
negara harus mempunyai landasan dalam melaksanakan kehidupan bernegaranya.
Dasar negara bagi suatu negara merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Dasar negara bagi suatu negara merupakan sesuatu yang
amat penting. Negara tanpa dasar negara berarti negara tersebut tidak memiliki
pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka akibatnya negara
tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, sehingga memudahkan
munculnya kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman hidup bernegara mencakup
cita-cita negara, tujuan negara, norma bernegara.
2. Latar Belakang Pancasila sebagai Ideologi Negara
a. Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar
Negara Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari
lima sila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka.
Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang
menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis,
Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal
sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI
terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit,
Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa
Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun
politik. Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam
hal ini Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami
kegagalan. Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8
Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang
tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai
kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar
bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji
kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri
Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka
pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua
kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan
dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer
Jepang di Jawa dan Madura) No. 23.
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan
ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan
kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan
Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan
mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang
pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk Indonesia
merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, tiga di
antaranya adalah Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Bung Karno, yang masing-masing
mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin
mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal,
yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara
tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusya-
waratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada
sidang BPUPKI yang diselenggarakan pada 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Supomo
memperoleh kesempatan untuk menyampaikan buah pikirannya tentang dasar-dasar
negara Indonesia, yang rumusannya sebagai berikut :
a. Persatuan
b. Kekeluargaan
c. Keseimbangan lahir dan batin
d. Musyawarah
e. Keadilan rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai
calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih
lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi
Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi
Ekasila yaitu Gotong Royong. Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945
para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada
sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara
tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota
panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara
Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain
disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus
Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada
tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah
Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”. Dalam
sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah
merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9
Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal
15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu
Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari
setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan
rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) (2) memilih Presiden
dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang.
Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa
pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan,
ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat
Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di
belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian
Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada
para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH.
Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh
Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang
terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja
merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan
dan diganti dengan “Yang Maha Esa”.
Bangsa yang dijajah tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur
negara. Kita tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Rakyat harus tunduk dan patuh
pada perintah negara jajahan. Penjajahlah yang memerintah kita. Pokoknya
kekuasaan dipegang oleh penjajah. Enakkah dijajah itu? Tentu saja tidak enak.
Penjajahan menimbulkan penderitaan bagi bangsa yang dijajah. Penjajahan
menimbulkan kerugian bagi jiwa, raga, dan harta. Nah setelah memperhatikan
bunyi teks Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, coba pikirkan bagaimana hubungan
antara proklamasi dengan Pancasila? Untuk memudahkan mempelajari, cobalah
cermati tiap paragraf atau alinea Pembukaan UUD 1945.
Alinea atau paragraf pertama Pembukaan UUD 1945 berbunyi
”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.” Menurut paragraf ini, kemerdekaan merupakan
hak segala bangsa. Jadi semua bangsa termasuk bangsa Indonesia harus memiliki
kemerdekaan. Jadi kalau ada bangsa yang masih dijajah dan tidak merdeka harus
dimerdekakan. Penjajahan harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Jelas setiap manusia itu mempunyai hak sama.
Jadi kalau menjajah itu bertentangan dengan perikemanusiaan. Alinea kedua
berbunyi, ”Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.” Jadi setelah berjuang lama, maka
berhasillah perjuangan untuk merdeka itu. Bangsa Indonesia telah siap
mendirikan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga berbunyi, ”Atas berkat rahmat Allah yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.” Alinea ketiga menyatakan bahwa keberhasilan perjuangan bangsa
Indonesia itu atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa. Supaya menjadi bangsa
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan atau memproklamasikan kemerdekaannya.
Alinea keempat berbunyi, ”Kemudian daripada itu, untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.” Alinea keempat berisikan pernyataan apa yang akan
dilakukan atau dikerjakan bangsa Indonesia setelah merdeka. Pertama-tama bangsa
Indonesia akan mendirikan sebuah negara kesatuan Republik Indonesia yang
berdaulat yang diatur dengan Undang- Undang Dasar dengan tujuan negara yaitu
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sekarang dapatkah kalian menyimpulkan uraian di atas? Dari
keempat alinea pembukaan UUD 1945 tersebut, maka secara sederhana dapat
disimpulkan sebagai berikut: Bagian pertama yang terdiri atas alinea pertama,
kedua, dan ketiga menggambarkan keadaan Indonesia sebelum merdeka sampai dengan
saat kemerdekaan. Bagian kedua yaitu alinea keempat menggambarkan keadaan
Indonesia sesudah kemerdekaannya, yang berisi:
1. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan Negara.
3. Ketentuan adanya Undang-Undang Dasar.
4. Ketentuan bentuk negara, yaitu republik yang berkedaulatan
rakyat.
5. Ketentuan adanya dasar negara/ideologi negara yaitu
Pancasila.
b. Pancasila dan Ideologi Lain
Tentu saja negara-negara lain selain Indonesia tidak
menggunakan Pancasila sebagai ideologi negara. Negara-negara lain itu mempunyai
ideologi negara sendiri yang dipandang baik dan cocok. Negara-negara atau
bangsa mana yang menganut ideologi liberalisme? Negara-negara mana pula yang
menganut ideologi sosialisme? Ideologi liberalisme banyak dianut oleh
negara-negara Barat. Tahukah kamu contoh-contoh negara yang termasuk Negara
Barat? Termasuk Negara Barat adalah Amerika Serikat, Inggris, dan lain-lainnya.
Sekarang, negara-negara yang menganut ideologi sosialisme? Contoh negara yang
menganut sosialisme adalah Uni Soviet Cina, Korea Utara, Vietnam.
Perbedaan pokok antara ideologi negara sosialisme dengan
ideologi negara liberalisme :
Negara
Liberalisme
1. Negara sebagai
penjaga malam.
2. Rakyat atau
warganya mempunyai kebebasan untuk berbuat atau bertindak apa saja asal tidak
melanggar tertib hukum.
3. Kepentingan dan
hak warganegara lebih diutamakan dari pada kepentingan negara.
4. Negara didirikan
untuk menjamin kebebasan dan kepentingan warganegara.
Negara
Sosialisme
1. Mementingkan
kekuasaan dan kepentingan negara
2. Kepentingan negara
lebih diutamakan dari pada kepentingan warga negara.
3. Kebebasan atau
kepentingan warganegara dikalahkan untuk kepentingan negara
4. Kehidupan agama
terpisah dengan negara.
5. Warganegara bebas
beragama, bebas tidak beragama dan bebas pula untuk propaganda anti-agama.
Bagaimana hubungan antara warga negara dengan negara pada
negara sosialis? Dalam negara sosialis, kepentingan negara lebih diutamakan
daripada kepentingan warga negara. Kebebasan atau kepentingan warganegara
dikalahkan untuk kepentingan negara. Jadi negara yang paling utama, sedangkan
kepentingan warga negara nomor dua. Kekuasaan negara sangat besar, sedangkan
kekuasaan warganegara kecil saja. Kalian telah mempelajari Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara Republik Indonesi. Pancasila dianggap baik dan cocok
dengan kehidupan bangsa Indonesia. Kalian juga telah mempelajari ideologi
liberalisme dan sosialisme.
Negara
Pancasila
1. Hubungan antara
warganegara dengan negara adalah seimbang. Apa arti seimbang? Artinya, tidak
mengutamakan negara tetapi juga tidak mengutamakan warga negara. Kepentingan
negara dan kepentingan warganegara sama-sama dipentingkan
2. Agama erat
hubungannya dengan negara. Negara memperhatikan kehidupan agama. Agama mendapatkan
perhatian penting dari negara. Setiap wargane-gara dijamin pula
NEGARA
PANCASILA MEMPERHATIKAN HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGANEGARA
Sekarang bagaimana hubungan antara agama dengan negara pada
negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila? Ingat sila pertama Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan sila tersebut, maka agama erat
hubungannya dengan negara. Negara memperhatikan kehidupan agama.
Agama mendapatkan perhatian penting dari negara. Setiap
warganegara dijamin pula kebebasannya untuk memilih salah satu agama yang ada
dan diakui oleh pemerintah.
A.
NILAI-NILAI
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DAN DASAR NEGARA
1.
Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi
Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bersifatobjektif dan subjektif,
artinya hakikat nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal (berlaku di
manapun), sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain. Jadi kalau
ada suatu negara lain menggunakan prinsip falsafah, bahwa negara berKetuhanan,
berKemanusiaan,berPersatuan, berKerakyatan, dan berKeadilan, makanegara
tersebut pada hakikatnya menggunakan dasarfilsafat dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila
bersifat objektif, maksudnya adalah:
1) Rumusan dari
sila-sila Pancasila itu sendiri memiliki makna yang terdalam menunjukkan adanya
sifat-sifat yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai;
2) Inti dari nilai
Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia baik
dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan;
3) Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang mendasar,
sehingga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif,
terkandung maksud bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau
terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:
1) Nilai-nilai
Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai
penyebab adanya nilai-nilai tersebut;
2) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa
Indonesia, sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber
nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
3) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai
kerokhanian, yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis,
estetis, dan nilai religius yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia
dikarenakan bersumber pada kepribadian bangsa.
Pancasila sebagai sumber nilai mengharuskan Undang-Undang
Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah, penyelenggara negara termasuk
pengurus partai dan golongan fungsional untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.
2.
Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap
tingkah laku dan setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan
pelaksana pemerintahan harus selalu berpedoman pada Pancasila, dan tetap
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita
moral bangsa. Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa
Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan
bahwa dengan Pancasila bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan,
penjajahan dari satu bangsa terhadap bangsa yang lain.
Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan
demi kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa dan
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia. Pembangunan
disegala bidang selalu mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Di bidang Politik misalnya, Pancasila menjadi landasan bagi
pembangunan politik, dan dalam prakteknya menghindarkan praktek-praktek politik
tak bermoral dan tak bermartabat sebagai bangsa yang memiliki cita-cita moral
dan budi pekerti yang luhur.
Di bidang Hukum demikian halnya. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum ditunjukkan dalam setiap perumusan peraturan
perundangundangan nasional yang harus selalu memperhatikan dan menampung
aspirasi rakyat. Hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibentuk haruslah
merupakan cerminan nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan.
Nilai-nilai Pancasila menjadi landasan dalam pembentukan hukum yang aspiratif.
B.
SIKAP
POSITIF TERHADAP PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN
BERNEGARA
Sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila berarti sikap
yang baik dalam menanggapi dan mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
1.
Karakteristik Ideologi Pancasila
Karakteristik yang dimaksud di sini adalah ciri khas yang
dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi negara, yang membedakannya dengan
ideologi-ideologi yang lain. Karakteristik ini berhubungan dengan sikap positif
bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila Adapun karakteristik tersebut adalah:
Pertama: Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun
suku bangsa dan bahasanya.
Ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa.
Di dalam persatuan itulah dapat dibina kerja sama yang harmonis.
Keempat adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan
bernegara berdasarkan atas sistem demokrasi.
2. Arti
Pentingnya Pancasila dalam Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila mempunyai
fungsi sebagai acuan bersama, baik dalam memecahkan perbedaan serta
pertentangan politik di antara golongan dan kekuatan politik yang ada. Ini
berarti bahwa segenap golongan dan kekuatan yang ada di Indonesia ini sepakat
untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan bingkai Pancasila. Selain itu secara nyata telah sering diakui
adanya upaya-upaya untuk memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
misalnya lewat pemberontakan Madiun 1948 maupun pengkhianatan G 30 S/PKI tahun
1965.
3. Upaya
Mempertahankan Ideologi dan Dasar Negara Pancasila
Dasar negara Pancasila dapat memenuhi keinginan semua pihak.
Dasar negara Pancasila dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari
banyak suku, agama, dan adat istiadat atau kebudayaan. Dasar negara Pancasila
sangatlah lengkap, berisikan sila-sila sesuai keinginan atau kebutuhan bangsa
Indonesia seperti kebutuhan akan kehidupan yang berketuhanan atau beragama,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan atau demokrasi, dan kebutuhan akan keadilan
sosial.
Apakah yang dimaksud dengan
mempertahankan Pancasila?
Usaha pertama adalah dengan jalan melaksanakan sila-sila
Pancasila dalam kehidupan bernegara.
Usaha kedua adalah dengan jalan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.
Usaha ketiga melalui bidang pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting untuk mempertahankan Pancasila. Dalam setiap jenjang pendidikan perlu diajarkan Pancasila.
Usaha kedua adalah dengan jalan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.
Usaha ketiga melalui bidang pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting untuk mempertahankan Pancasila. Dalam setiap jenjang pendidikan perlu diajarkan Pancasila.
Bab 2
Konstitusi Yang Pernah Digunakan Indonesia
Konstitusi Yang Pernah Digunakan Indonesia
Konstitusi Yang Pernah Digunakan Di Indonesia
Seorang pemikir Romawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM)
pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, yang berarti “di mana ada
masyarakat di situ ada hukum”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa di manapun
dalam kehidupan kelompok manusia senantiasa terdapat aturan yang mengikat
warganya. Lebih-lebih dalam kehidupan bernegara.
A.
KONSTITUSI-KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
Sebelum membahas tentang konstitusi-konstitusi yang pernah
berlaku di Indonesia, perlu kalian ketahui terlebih dahulu pengertian, fungsi,
dan kedudukan konstitusi. Pemahaman terhadap hal ini sangat perlu mengingat
pentingnya konstitusi dalam mengatur kehidupan bernegara. Apakah konstitusi
itu? Cobalah kalian lihat dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia. Konstitusi(constitution) diartikan
dengan undang-undang dasar. Benarkah pengertian konstitusi sama dengan
Undang-Undang Dasar (UUD)? Memang, tidak sedikit para ahli yang mengidentikkan
konstitusi dengan UUD. Namun beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa arti
konstitusi yang lebih tepat adalah hukum dasar.
Menurut Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain konstitusi yang tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau disebut konvensi. Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian bab ini, konstitusi yang dimaksudkan adalah konstitusi yang tertulis atau Undang-Undang Dasar. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga negara dan lain-lain.
• Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).
• Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
• Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah (C.F. Strong, 1960).
Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.
1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara
2. susunan ketatanegaraan suatu negara
3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negaraDengan kata lain, penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan dengan konstitusi negara itu.
Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD
Menurut Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain konstitusi yang tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau disebut konvensi. Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian bab ini, konstitusi yang dimaksudkan adalah konstitusi yang tertulis atau Undang-Undang Dasar. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga negara dan lain-lain.
• Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).
• Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
• Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah (C.F. Strong, 1960).
Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.
1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara
2. susunan ketatanegaraan suatu negara
3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negaraDengan kata lain, penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan dengan konstitusi negara itu.
Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD
Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga
UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
5. 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
5. 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).
1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945.
Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem pemerintahan.
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar”.
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945.
Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem pemerintahan.
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar”.
Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembagalembaga
tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara negara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1. didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3. didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”.
Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara negara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1. didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3. didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”.
Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut
Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
3. Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara negara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.
Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer.
Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”.
Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”.
Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.
4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah.
5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 – Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung.
Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
B.
PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN TERHADAP KONSTITUSI
Dalam praktik ketatanegaraan kita sejak 1945 tidak jarang
terjadi penyimpangan terhadap konstitusi (UUD). Marilah kita bahas berbagai
peyimpangan terhadap konstitusi, yang kita fokuskan pada konstitusi yang kini
berlaku, yakni UUD 1945.
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain:
a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi ”Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.
b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama, antara lain:
a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945.
b. MPRS, dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c. Pimpinan lembaga-lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri negara, yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 dapat disederhanakan dalam bagan di bawah ini.
Penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 :
Masa awal Kemerdekaan
1. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN
2. Menerapkan sistem parlementer
Masa Orde Lama
1. dalam bentuk Penetapan Presiden
2. Pidato Presiden sebagai GBHN
3. Pimpinan lembaga negara sebagai menteri
Masa Orde Baru
1. MPR tidak berkehendak merubah UUD 1945
2. Mengeluarkan Tap MPR tentang referendum
Masa Setelah Perubahan
Anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain:
a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi ”Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.
b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama, antara lain:
a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945.
b. MPRS, dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c. Pimpinan lembaga-lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri negara, yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 dapat disederhanakan dalam bagan di bawah ini.
Penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 :
Masa awal Kemerdekaan
1. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN
2. Menerapkan sistem parlementer
Masa Orde Lama
1. dalam bentuk Penetapan Presiden
2. Pidato Presiden sebagai GBHN
3. Pimpinan lembaga negara sebagai menteri
Masa Orde Baru
1. MPR tidak berkehendak merubah UUD 1945
2. Mengeluarkan Tap MPR tentang referendum
Masa Setelah Perubahan
Anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945
C.
HASIL-HASIL PERUBAHAN UUD 1945
Perubahan Undang-Undang Dasar atau sering pula digunakan
istilah amandemen Undang-Undang Dasar merupakan salah satu agenda reformasi.
Perubahan itu dapat berupa pencabutan, penambahan, dan perbaikan. Sebelum
menguraikan hasil-hasil perubahan UUD 1945, kalian akan diajak untuk memahami
dasar pemikiran perubahan, tujuan perubahan, dasar yuridis perubahan, dan beberapa
kesepakatan dasar dalam perubahan UUD 1945. Oleh karena itu, perhatikan uraian
di bawah ini dengan seksama.
1. Apa dasar pemikiran untuk melakukan perubahan terhadap
UUD 1945?
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
a. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya dalam membentuk undangundang.
b. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fl eksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satutafsir (multitafsir).
c. Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
a. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya dalam membentuk undangundang.
b. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fl eksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satutafsir (multitafsir).
c. Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
2. Apa Tujuan Perubahan UUD 1945?
Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan, antara lain :
a. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
c. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;
d. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern.
e. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.
Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :
a. tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b. tetap mempertahankan NKRI
c. mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh)
Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan, antara lain :
a. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
c. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;
d. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern.
e. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.
Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :
a. tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b. tetap mempertahankan NKRI
c. mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh)
3. Bagaimana Hasil Perubahan UUD 1945?
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah sebagai berikut.
Perubahan Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl. 19 Oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu :
Pasal yang Diubah Isi Perubahan
• 5 ayat 1 = Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
• Pasal 7 = Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
• Pasal 9 ayat 1 dan 2 = Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
Perubahan Kedua. Perubahan kedua ditetapkan
pada tgl. 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:
Bab yang Diubah Isi Perubahan
• Bab VI = Pemerintahan Daerah
• Bab VII = Dewan Perwakilan Daerah
• Bab IXA = Wilayah Negara
Perubahan Ketiga. Perubahan ketiga ditetapkan pada tgl. 9 November 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7 Bab, yaitu:
Bab yang Diubah Isi Perubahan
• Bab I = Bentuk dan Kedaulatan
• Bab II = MPR
• Bab III = Kekuasaan Pemerintahan Negara
Perubahan Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:
a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
c. Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu:
a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah sebagai berikut.
Perubahan Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl. 19 Oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu :
Pasal yang Diubah Isi Perubahan
• 5 ayat 1 = Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
• Pasal 7 = Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
• Pasal 9 ayat 1 dan 2 = Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
Perubahan Kedua. Perubahan kedua ditetapkan
pada tgl. 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:
Bab yang Diubah Isi Perubahan
• Bab VI = Pemerintahan Daerah
• Bab VII = Dewan Perwakilan Daerah
• Bab IXA = Wilayah Negara
Perubahan Ketiga. Perubahan ketiga ditetapkan pada tgl. 9 November 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7 Bab, yaitu:
Bab yang Diubah Isi Perubahan
• Bab I = Bentuk dan Kedaulatan
• Bab II = MPR
• Bab III = Kekuasaan Pemerintahan Negara
Perubahan Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:
a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
c. Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
Sebelum Perubahan
|
Hasil Perubahan
|
|
1. Jumlah bab 21
2. Jumlah pasal 73 3. Terdiri dari 170 ayat. 4. 3 pasal aturan peralihan 5. 2 pasal Aturan Tambahan 6. Tanpa penjelasan |
Adapun rangkaian dan hal-hal pokok perubahan UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dapat digambarkan seperti di bawah ini (Sumber:
Sekretariat Jenderal MPR 2005).
Tuntutan Reformasi :
1. Amandemen UUD 1945.
2. Penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI.
3. Penegakan hukum, HAM, dan pemberan- tasan KKN.
4. Otonomi daerah.
5. Kekebasan pers.
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
1. Amandemen UUD 1945.
2. Penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI.
3. Penegakan hukum, HAM, dan pemberan- tasan KKN.
4. Otonomi daerah.
5. Kekebasan pers.
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Kesepakatan Dasar :
• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
• Tetap mempertahankan NKRI.
• Mempertegas sistem pre-sidensiil
• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam pasal-pasal.
• Perubahan dilakukan dengan cara addendum.
• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
• Tetap mempertahankan NKRI.
• Mempertegas sistem pre-sidensiil
• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam pasal-pasal.
• Perubahan dilakukan dengan cara addendum.
Waktu Perubahan :
• SU MPR 1999 (14-21 Okt 1999)
• SU MPR 2000 (7-18 Ags 2000)
• SU MPR 2001 (1-9 Nov 2001)
• SU MPR 2002 (1-11 Ags 2002
• SU MPR 1999 (14-21 Okt 1999)
• SU MPR 2000 (7-18 Ags 2000)
• SU MPR 2001 (1-9 Nov 2001)
• SU MPR 2002 (1-11 Ags 2002
Dasar Pemikiran Perubahan :
• Kekuasaan tertinggi ditangan MPR.
• Kekuasaan yang sangat besar pada presiden.
• Pasal-pasal multitafsir.
• Pengaturan lembaga negara oleh presiden melalui pengajuan UU.
• Praktik ketatanegaraan tidak sesuai de-ngan jiwa Pembukaan UUD 1945.
• Kekuasaan tertinggi ditangan MPR.
• Kekuasaan yang sangat besar pada presiden.
• Pasal-pasal multitafsir.
• Pengaturan lembaga negara oleh presiden melalui pengajuan UU.
• Praktik ketatanegaraan tidak sesuai de-ngan jiwa Pembukaan UUD 1945.
D. SIKAP
POSITIF TERHADAP PELAKSANAAN UUD 1945 HASIL PERUBAHAN
Pada dasarnya mengubah atau mengamandemen suatu peraturan
dimaksudkan untuk menyempurnakan, melengkapi, atau mengganti peraturan yang
sudah ada sebelumnya. Tentu saja hasil perubahan itu diharapkan lebih baik dan
berguna bagi rakyat. Demikian pula halnya terhadap perubahan terhadap UUD 1945.
Pada uraian sebelumnya telah dipaparkan hasil-hasil perubahan UUD 1945, yang ditetapkan dalam Sidang Umum MPR 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan UUD 1945 bukan hanya menyangkut perubahan jumlah bab, pasal, dan ayat tetapi juga adanya perubahan sistem ketatanegaraan RI.
Presiden dan pemilihan Kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Perubahan itu secara lebih rinci antara lain sebagai berikut.
a. MPR yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan berada di atas lembaga negara lain, berubah menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD, dan Komisi Yudisial.
b. pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang semula dipegang oleh Presiden beralih ke tangan DPR.
c. Presiden dan wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR berubah menjadi dipilih oleh rakyat secara langsung dalam satu pasangan.
d. Periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan.
e. Adanya lembaga negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.
f. Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari Negara lain harus memperhatikan pertimbangan DPR.
g. Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal memberi amnesti dan rehabilitasi.
Sebagai warga negara, kalian hendaknya mampu menampilkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan (amandeman). Sikap positif tersebut antara lain:
a.menghargai upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa dan para politisi yang dengan gigih memperjuangkan reformasi tatanan kehidupan bernegara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan,
b.menghargai upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara khususnya MPR yang telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945,
Pada uraian sebelumnya telah dipaparkan hasil-hasil perubahan UUD 1945, yang ditetapkan dalam Sidang Umum MPR 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan UUD 1945 bukan hanya menyangkut perubahan jumlah bab, pasal, dan ayat tetapi juga adanya perubahan sistem ketatanegaraan RI.
Presiden dan pemilihan Kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Perubahan itu secara lebih rinci antara lain sebagai berikut.
a. MPR yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan berada di atas lembaga negara lain, berubah menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD, dan Komisi Yudisial.
b. pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang semula dipegang oleh Presiden beralih ke tangan DPR.
c. Presiden dan wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR berubah menjadi dipilih oleh rakyat secara langsung dalam satu pasangan.
d. Periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan.
e. Adanya lembaga negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.
f. Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari Negara lain harus memperhatikan pertimbangan DPR.
g. Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal memberi amnesti dan rehabilitasi.
Sebagai warga negara, kalian hendaknya mampu menampilkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan (amandeman). Sikap positif tersebut antara lain:
a.menghargai upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa dan para politisi yang dengan gigih memperjuangkan reformasi tatanan kehidupan bernegara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan,
b.menghargai upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara khususnya MPR yang telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945,
c. menyadari manfaat hasil perubahan UUD 1945,
d. mengkritisi penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan UUD 1945 hasil perubahan,
e. mematuhi aturan dasar hasil perubahan UUD 1945,
f. berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan aturan hasil perubahan UUD 1945,
g. menghormati dan melaksanakan aturan-aturan lain di bawah UUD 1945 temasuk tata tertib sekolah.
Tanpa sikap positif warga negara terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan, maka hasil perubahan UUD 1945 itu tidak akan banyak berarti bagi kebaikan hidup bernegara. Tanpa kesadaran untuk mematuhi UUD 1945 hasil perubahan, maka penyelenggaraan negara dan kehidupan bernegara tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya. Itulah beberapa sikap dan perilaku yang hendaknya ditujukkan oleh warga negara yang baik, tidak terkeculi kalian semua.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah seperangkat aturan dasar suatu negara temempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negara. Penyelenggaraan pemerintahan negara harus didasarkan pada konstitusi. Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950.UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden Presiden tgl. 5 Juli 1959. Penyimpangan terhadap UUD 1945 telah terjadi, baik pada periode 1945-1949, 1959-1965 (Orde Lama), maupun 1966-1998 (Orde Baru).
d. mengkritisi penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan UUD 1945 hasil perubahan,
e. mematuhi aturan dasar hasil perubahan UUD 1945,
f. berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan aturan hasil perubahan UUD 1945,
g. menghormati dan melaksanakan aturan-aturan lain di bawah UUD 1945 temasuk tata tertib sekolah.
Tanpa sikap positif warga negara terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan, maka hasil perubahan UUD 1945 itu tidak akan banyak berarti bagi kebaikan hidup bernegara. Tanpa kesadaran untuk mematuhi UUD 1945 hasil perubahan, maka penyelenggaraan negara dan kehidupan bernegara tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya. Itulah beberapa sikap dan perilaku yang hendaknya ditujukkan oleh warga negara yang baik, tidak terkeculi kalian semua.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah seperangkat aturan dasar suatu negara temempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negara. Penyelenggaraan pemerintahan negara harus didasarkan pada konstitusi. Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950.UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden Presiden tgl. 5 Juli 1959. Penyimpangan terhadap UUD 1945 telah terjadi, baik pada periode 1945-1949, 1959-1965 (Orde Lama), maupun 1966-1998 (Orde Baru).
Penutup
A.
Kesimpulan
Bangsa
Indonesia yang besar ini tidaklah akan ada jika tidak memiliki sebuah landasan
ideologi. Tentunya, sebuah ideologi yang kuat dan mengakar di masyarakatlah
yang akan bisa menopang sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia ini.
Ideologi yang kuat tersebut adalah ideologi Pancasila. Pancasila sebagai suatu
ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat terbuka. Hal ini
dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar
pancasila namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga
memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru dan
aktual.
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa :
1.Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai
hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar.
2.Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai
hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak
tertulis / Konvensi
3.Dalam praktiknya, konstitusi dustur terbagi
menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar dan yang tidak
tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
4.Konstitusi merupakan media bagi terciptanya
kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara.
5.Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan
aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan antar Negara dan
warga Negara.
Daftar Pusaka
Buku :
Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas 8 Semester 1
Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas 8 Semester 1
Internet :
Bagikan
Rangkuman Materi PKn Kelas 8 Semester 1
4/
5
Oleh
Bil Jabbar Adnan
Jangan lupa tinggalkan komentar yah :)